Sabtu, 19 April 2008

Sains dan Sastra Sebagai Bagian Dari Filsafat

Ketika kita berbicara tentang suatu ilmu, maka kita akan dihadapkan pada berbagai pembagian ilmu. Apapun bentuk dan macam ilmu tersebut pasti mempunyai sebuah sistematika dan cara dalam menyampaikan disiplin ilmu tertentu. Sejak Aristoteles (382-322 SM) berfikir tentang alam dengan rasionya, maka dia dianggap sebagai orang yang pertama kali menggunakan rasionya untuk memandang keadaan disekitarnya, dan kemudian dikenal dengan nama filsafat. Dari sinilah kemudian ilmu berkembang dan meluas sampai sekarang.


Dari perkembangan itulah maka ada sebuah pertanyaan apakah satu ilmu dengan ilmu yang lainnya mempunyai hubungan atau kesinambungan? Ataukah ilmu-ilmu tersebut berdiri sendiri dan tidak ada hubungan. Kalo kita sepakat bahwa ilmu itu berkembang dari satu ilmu kepada ilmu yang lain berarti kita bisa menyebut bahwa adanya kesinambungan atau keterkaitan antara satu ilmu dengan ilmu yang lainnya.

Pada makalah ini penulis akan mencoba mencari korelasi atau hubungan antara ilmu tersebut, penulis tidak akan memuat semua bidang ilmu pengetahuan, akan tetapi hanya sebatas sains dan sastra. Maka apakah sains dan sastra mempunyai hubungan atau bahkan sebagai bagian dari filsafat. Hubungan Sains dengan Filsafat Sebelum kita masuk kepada hubungan antara sains dan filsafat, maka akan disampaikan dulu pengertiannya satu sama lain. filsafat berasal dari kata philoshopia yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”1. sedangkan sains yang dimaksud adalah bidang pengetahuan yang secara tradisional tercakup dalam disiplin disiplin yang yang dikenal dikalangan para sarjana Muslim sebagai (1) ilmu-ilmu matematis (‘ulûm al-ta’âlîm, atau al-‘ulûm al-riyâdhiyah), seperti aritmatika, geometri, astronomi, dan musik serta (2) ilmu-ilmu kealaman al-‘ulûm al-thabî’iyyah), termasuk ilmu-ilmu fisis, biologis, dan ilmu-ilmu kognitif (psikologi).2 jika dilihat sekilas pada pengertian diatas, maka ada hubungan antara filsafat dalam artian seseorang yang mencintai ilmu dan sains sebagai ilmu itu sendiri. Seorang Muslim pertama yang menghubungkan sains dengan filsafat adalah Al-Kindî ( 185 – 260 H/801-873 M ), dia adalah orang yang pertama mengembangkan filsafat dan sains secara serius dan sistematik, adalah juga orang pertama yang mengdefinisikan posisi epistemik sains dalam skema pengetahuan filosofis yang menyeluruh. Dia juga membagi filsafat Aristotelian kepada dua begian yaitu bagian yang teoritis dan bagian yang praktis, dan kedudukan ilmu sebagai cabang filsafat teoritis.3 Dalam risalahnya Fi Al-Falsafah Al-Ûlâ, dia mulai menggambarkan falsafah sebagai bentuk kegiatan intelektual dan pengetahuan tertinggi manusia. Dia mendefinisikan filsafat sebagai “pengetahuan tentang sifat hakiki sesuatu sejauh itu dimungkinkan bagi manusia”. Di tempat lain, dia mendefinisikan filsafat sebagai “pengetahuan tentang hal-hal yang kekal dan universal, tentang eksistensi, esensi, dan sebab-sebabnya. Yang dimaksud dengan “ sifat hakiki sesuatu” (al-asyyâ’ bi-ַhaqâ’iqiha) adalah eksistensi, esensi dan sebab-sebabnya, atau pendeknya, kebenaran-kebenarannya.4 jadi bisa disebut bahwasanya menurut Al-Kindî filsafat adalah kebenaran tentang ilmu pengetahuan yang bersifat kebenaran yang dimana kebenaran tersebut ditujukan untuk manusia. Dalam madzhab paripatetik yang didirikan oleh Al-Kindî mempunyai sebuah alasan epistimologis dan ontologis untuk menerima ilmu-ilmu kealaman, matematika, dan semua cabang ilmu-ilmu itu sebagai bagian dari ilmu-ilmu filosofis, dan alasan untuk menjaga hubungan niscaya antara sains dan filsafat, atau, lebih khusus lagi, ketakterpisahan sains dan metafisika.5

Tidak ada komentar: